Fluktuasi Ketersediaan Produk Farmasi
Farmacare CX
3 Maret 2022
Baca artikel selengkapnya di bawah formulir Konsultasi Gratis
Konsultasi Gratis Farmacare
Selama 1,5 tahun masa pandemi ini, pelaku bisnis farmasi mengalami fluktuasi ketersediaan produk farmasi yang begitu besar, terutama produk vitamin, beberapa obat antivirus, dan sediaan alkes seperti masker dan hand sanitizer. Sebenarnya, fluktuasi ketersediaan (supply) sudah terjadi jauh sebelum masa pandemi, hanya saja fluktuasi permintaan (demand) dari pelanggan membuat ketidakpastian supply menjadi kian terasa.
Mengapa begitu sulit bagi pemerintah dan juga pelaku usaha di hulu (principal & PBF) untuk menjaga ketersediaan produk vital seperti produk farmasi? Dinamika sebenarnya tentunya sangatlah rumit, akan tetapi saya punya beberapa hipotesa yang bisa menjadi titik awal untuk memahami permasalahan ini.
1. Bahan baku farmasi impor
>90% bahan baku obat (terutama API — Active Pharmaceutical Ingredients) diimpor, terutama dari Cina dan India. Masalah dari ketergantungan atas impor adalah persaingan dengan negara-negara lain yang juga urgent membutuhkan, serta lead time yang lama untuk pemesanan. Pabrik obat di Indonesia tidak akan bisa bereaksi dengan cepat jika ada pergerakan data permintaan.
2. Bullwhip Effect
Informasi tentang permintaan perlu waktu beberapa minggu dari apotek untuk mencapai PBF, dan beberapa minggu lagi untuk mencapai pabrik. Kurva permintaan yang smooth di level retail bisa menjadi sangat fluktuatif di level pabrik. Ini fenomena yang lazim terjadi di supply chain produk apa pun, sehingga disebut dengan istilah tersendiri yaitu bullwhip effect. Beberapa retail besar seperti Walmart menyediakan akses ke ke data penjualan Walmart untuk para suppliernya untuk memudahkan mereka melakukan perencanaan. Semakin jarang produk itu terjual (misalnya untuk obat-obatan slow-moving), semakin sulit untuk melakukan perencanaan.
3. Kompetisi “sempurna”
Ada sekitar 200 produsen obat di Indonesia. Sebagian besar di antaranya memproduksi obat-obatan “me-too” yang itu-itu saja. Ada ratusan produk paracetamol atau amlodipine besylate yang beredar di Indonesia, baik yang bermerk maupun generik, masing-masing dengan proyeksi marketing mereka masing-masing. Satu saja produsen yang salah perhitungan dalam memproduksi, bisa berpengaruh besar terhadap tingkat ketersediaan produk.
4. Penimbunan oleh spekulan
Di masa pandemi ini, sangat mungkin akan muncul spekulan penimbun masker dan vitamin. Sudah ada beberapa pelaku yang ditahan polisi, tapi pasti masih banyak sekali yang mengambil kesempatan di dalam kesempitan.
Apa yang bisa dilakukan oleh apotek untuk bertahan dalam kondisi supply chain seperti ini? Apotek yang punya modal besar mungkin bisa menyimpan obat dalam waktu yang lebih lama sehingga tidak terpengaruh kelangkaan sementara. Tapi ini tentunya bukan strategi yang efisien. Tapi jika pengelola apotek bisa ikut mendorong adanya transparansi di supply chain farmasi, tentunya dengan mekanisme yang adil dan bermanfaat bagi semua pihak, maka dampak negatif dari fluktuasi supply mestinya bisa diminimalisir.

Sejak awal, Farmacare mengemban misi untuk membantu pengelola & pegawai apotek komunitas agar bisnis apotek menjadi sehat dan terus bertumbuh. Salah satu caranya adalah mengadopsi berbagai teknologi terkini ke dalam aplikasi. Mulai dari teknologi cloud, PWA (Progressive Web Apps), websocket, payment gateway, hingga yang terbaru adalah QRIS. Seiring AI menjadi topik hangat dalam tiga tahun terakhir, Farmacare terus memantau momentum yang tepat untuk mengadopsi teknologi ini. Kami meyakini bahwa AI akan memegang peran krusial dalam membantu pengelola apotek. Namun, kami juga berkomitmen untuk tidak mengadopsi AI secara gegabah. AI yang tidak disiapkan dan dilatih dengan cermat justru berpotensi menimbulkan kesalahan (sering disebut 'halusinasi') atau menghasilkan interaksi yang terasa kaku dan kurang solutif. Oleh karena itu, tim Farmacare memutuskan untuk menggali ilmu langsung dari para pakar di Google, melalui partisipasi kami dalam program Google for Startups Accelerator Southeast Asia (AI Focused). Dari lebih dari 200 tim pendaftar, Farmacare dengan bangga terpilih sebagai salah satu peserta program bergengsi ini. Acara Bootcamp Intensif Bersama 19 tim terpilih lainnya, kami telah menuntaskan bootcamp intensif selama lima hari di kantor Google Indonesia di Jakarta. Selama bootcamp, kami mengeksplorasi berbagai potensi adopsi teknologi AI. Salah satu hasilnya, yaitu fitur AI untuk pembacaan faktur otomatis, telah kami implementasikan dan siap dirilis minggu depan! Mengenai proyek AI kami berikutnya, kami belum bisa berbagi detail lebih lanjut. Namun, satu hal yang pasti: kami berkomitmen penuh untuk menghadirkan fitur-fitur AI yang akan sangat menyederhanakan operasional kamu sebagai pengelola apotek. Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Google Indonesia serta KomDigi atas penyelenggaraan acara Accelerator AI ini, serta kepada tim engineer dan mentor yang telah berbagi ilmu. Tak lupa, kami juga berterima kasih kepada seluruh pengelola apotek pengguna Farmacare atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada kami untuk terus berkarya dan berinovasi. Semoga bersama, kita dapat menyaksikan apotek dan sektor farmasi Indonesia terus berkembang, memberikan layanan terbaik bagi seluruh lapisan masyarakat.









