Risiko-Resiko Menjalankan Usaha Apotek/Toko Obat
22 Maret 2022
Baca artikel selengkapnya di bawah formulir Coba Gratis
Coba Gratis Farmacare
Walaupun tidak ada usaha yang benar-benar bebas dari risiko, tapi berusaha di bidang kefarmasian itu punya lika-liku sendiri yang mungkin beberapa dari pembaca sudah pernah mengalaminya. Berikut adalah beberapa risiko bisnis yang khas untuk bidang apotek atau toko obat, yang bisa menjadi bahan antisipasi bagi PSA pemula.
Pengurusan izin berlarut-larut.
Perizinan apotek mungkin adalah yang paling ketat untuk bidang usaha ritel. Mulai dari IMB, izin lingkungan, kelengkapan apotek (timbangan, APAR, dll.), izin apoteker, izin TTK, zonasi, dan lain sebagainya. Tidak jarang kita mendengar apotek yang selama berbulan-bulan belum kunjung mendapatkan izin karena berbagai kendala. Lihat E-book Proses Lengkap Perizinan Apotek yang disarikan oleh tim Farmacare untuk membantu menavigasi seluk-beluk perizinan.
Obat rusak atau ED.
Karakteristik obat yang harus disimpan dalam kondisi tertentu dan banyak termasuk dalam kategori “long-tail” alias jarang laku menyebabkan sering terjadi obat rusak atau ED. Aplikasi khusus apotek seperti Farmacare yang bisa dipakai untuk mencatat ED bisa membantu mengurangi resiko ini.
Pencurian oleh karyawan.
Barang di apotek jenisnya banyak, relatif mahal, dan ukurannya kecil-kecil, menyebabkan tingkat kerawanan atas pencurian oleh karyawan menjadi lebih besar dibandingkan dengan di jenis usaha lain. Dengan melakukan kontrol dan stok opnam secara reguler, resiko kecurangan ini bisa diminimalisir. Selain itu, di aplikasi Farmacare, karyawan memiliki akun masing-masing, sehingga pemilik bisa menelusuri apabila ada kecurangan.
Cash flow berfluktuasi.
Baik permintaan dari pelanggan maupun harga dan ketersediaan obat di PBF sangat bervariasi dari waktu ke waktu, yang menyebabkan sangat sulit untuk memperkirakan berapa modal kerja yang perlu disiapkan untuk operasional apotek.
Salah menyerahkan obat.
Nama obat yang mirip-mirip dan bentuk kemasan yang mirip untuk obat yang berbeda (misalnya antara tetes mata dan tetes telinga) menyebabkan sering terjadi kesalahan pemberian obat yang bisa jadi berakibat besar terhadap kesehatan pasien. Menurut penelitian, tingkat kesalahan bisa mencapai 2.6%.
Obat palsu.
WHO memperkirakan sekitar 10% obat-obatan yang beredar secara global adalah obat palsu. Walaupun pemesanan dari PBF resmi secara signifikan mengurangi kemungkinan mendapatkan obat palsu, tapi tidak ada jaminan 100% juga, seperti kasus PBF JKI di Semarang pada tahun 2019 ini.
Etika penyerahan obat keras.
Semua PSA dan Apoteker tahu jika obat keras hanya bisa diserahkan ke pasien berdasarkan resep dokter. Akan tetapi kita semua juga tahu jika pelaksanaannya di lapangan berbeda dengan yang ada di peraturan. Di tengah ambiguitas ini, PSA/Apoteker harus menyeimbangkan kepentingan komersial untuk memenuhi permintaan pelanggan dan risiko efek samping obat keras bagi pasien. Kalau ada hal yang terjadi pada pasien, pihak apotek juga bisa jadi harus ikut bertanggung jawab.
Banyaknya risiko yang ada bukan berarti usaha apotek bukanlah usaha yang layak dijalankan. Hanya saja, banyak calon PSA yang tidak mempertimbangkan risiko-risiko yang telah disebutkan di atas, dan/atau tidak mengkomunikasikannya dengan baik dengan partner bisnis yang masih awam dengan bisnis apotek. Jika semua risiko sudah dipahami, ditakar kemungkinan terjadinya, dan dipersiapkan mitigasinya, maka bisnis apotekmu kemungkinan besar akan bisa berjalan dengan baik.