Tren Swamedikasi: Potensi dan Dampaknya Bagi Pertumbuhan Bisnis Apotek

edited by apt. Hilli Kamilia Putri Saba S. Farm
Sep 06, 2023

Swamedikasi dapat diartikan sebagai upaya untuk mengobati diri sendiri tanpa berkonsultasi lebih dulu dengan dokter. Tapi, praktik swamedikasi (pengobatan mandiri) hanya boleh dilakukan bagi penderita penyakit ringan, yang sembuh diobati oleh jenis obat bebas atau OTC (Over The Counter) yang dijual di apotek.


Selain itu, upaya pengobatan mandiri dapat dilakukan bila penderita penyakit punya pengetahuan yang cukup tentang cara mengetahui gejala penyakitnya, dan tentang khasiat obat. Namun pada kenyataannya, mereka masih butuh peran apoteker untuk mengedukasi.


Nah, di bawah ini kita akan membahas seputar potensi swamedikasi dan dampaknya bagi pertumbuhan bisnis apotek, yang juga bisa kamu simak pada
Webinar Farmacare melalui link berikut Webinar: Strategi Pelayanan Produk Swamedikasi untuk Memaksimalkan Pendapatan Apotek!   


Tren Swamedikasi di Indonesia

Data BPS menunjukkan bahwa ada pertumbuhan persentase penduduk yang melakukan pengobatan mandiri. Di tahun 2022, sudah sebanyak 84,3% penduduk Indonesia memilih melakukan pengobatan mandiri. Tak hanya itu, permintaan produk swamedikasi (obat bebas/OTC) juga mengalami kenaikan sebesar 26% per tahun. 


Di tengah keterbatasan akses ke dokter, baik itu disebabkan oleh faktor ekonomi atau ketersediaan dokter yang minim, masyarakat memilih datang ke apotek untuk membantu mereka mendapatkan obat-obatan yang tepat agar penyakitnya cepat sembuh. 


Masyarakat cenderung mengunjungi apotek hingga empat kali lebih sering daripada ke dokter. Sehingga apoteker dan staf farmasi lainnya di apotek, punya tanggung jawab moral dalam mengedukasi pasien swamedikasi agar pengobatannya jadi efektif.     


3 faktor dorongan pembelian di apotek saat swamedikasi

Ada tiga faktor yang mendorong konsumen melakukan pembelian di apotek saat melakukan pengobatan mandiri, yaitu:

  1. Faktor Keinginan (Intensi) Konsumen
    Sebanyak 61% konsumen yang datang berbelanja di apotek meminta merk obat tertentu yang menurut mereka paling cocok (manjur) mengobati penyakit yang diderita. Bahkan tidak jarang konsumen datang dengan membawa kemasan obat dan mereka ingin membeli obat yang sama persis. Banyak konsumen menjadi fanatik dengan merk obat tertentu karena alasan “dulu cocok pakai ini” atau “ini rekomendasi teman saya katanya bagus”. Meski bila dilihat, belum tentu obat yang mereka cari benar sesuai dengan kondisi kesehatan mereka.
    Karena itu, apoteker punya peluang yang besar untuk mengarahkan konsumen dengan benar. Memberi rekomendasi obat yang sesuai dan mengedukasi mereka seputar penyakit yang diderita serta efek obat terhadap penyakit tersebut.

  2. Faktor Rekomendasi Apoteker
    Hanya sebanyak 33% konsumen yang membeli obat karena mendapat rekomendasi dari apoteker. Mereka datang lalu menyampaikan gejala atau keluhan yang dirasakan, dan apoteker memberi rekomendasi obat yang sesuai.
    Agar menumbuhkan
    trust di benak konsumen, knowledge apoteker harus bagus, mau menggali perilaku minum obat dari konsumen (biasa minum obat apa, preferensi harga obat yang biasa dibeli, dan sebagainya). Sehingga rekomendasi yang diberikan ke konsumen menjadi tepat dan mereka jadi yakin untuk membeli. 
  3. Faktor Resep Dokter
    Faktor ketiga ini menempati persentase paling rendah, yaitu hanya 6%. Itu artinya, persentase konsumen yang membeli obat di apotek lebih banyak merupakan penderita penyakit ringan yang melakukan pengobatan mandiri. Ketimbang mereka yang membeli obat atas resep dokter karena penyakit yang lebih kronis. 


Hal tersebut menunjukkan bahwa peluang praktik swamedikasi dalam meningkatkan pendapatan bisnis apotek sangat besar. Karena itu, pelaksanaannya oleh apoteker di apotek harus dilakukan dengan benar. 


Dampak Swamedikasi Bagi Pertumbuhan Bisnis Apotek

Ada banyak jenis obat-obatan yang boleh diberikan oleh apoteker kepada pasien/pelanggan untuk kebutuhan pengobatan mandiri. Seperti, jenis obat bebas, bebas terbatas, herbal, dan obat wajib apotek (contoh: asam mefenamat, antalgin, omeprazol, famotidin). 


Saat apoteker memberi rekomendasi obat, pastikan sesuai dengan
demand konsumen.  Jika sudah begitu, dampak dari swamedikasi terhadap peningkatan penjualan di apotek akan terasa. Apa saja yang perlu diperhatikan apoteker?


Merk obat yang lebih dikenal

Ketika pelanggan datang ke apotek dengan gejala tertentu dan mereka meminta rekomendasi obat, kamu bisa menyarankan merk obat dari brand yang terkenal dulu. Misal, brand yang sering ngiklan di televisi sehingga lebih dikenal dan akrab di telinga konsumen. Merk obat yang sudah dikenal oleh pelanggan, mampu memberi value tambahan untuk mendorong mereka melakukan pembelian produk tersebut. 


Jika kamu sebagai apoteker merekomendasikan
obat herbal, yang mana produknya belum begitu dikenal atau belum laris di pasaran, akan lebih sulit untuk meyakinkan konsumen. Kecuali, ketika pelanggan yang datang ke apotek memang punya preferensi trust lebih tinggi terhadap produk herbal. 


Sesuaikan dengan musim

Rekomendasi obat dari apoteker untuk pengobatan mandiri juga mempertimbangkan demand konsumen sesuai musimnya. Misal, sekarang polusi udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya lagi buruk. Ini membuat permintaan obat-obat yang berhubungan dengan saluran pernapasan atau paru-paru meningkat.   


Contoh lain, saat musim pancaroba – gejala penyakit seperti masuk angin, demam, flu, atau batuk, jadi meningkat. Otomatis permintaan obat untuk penyakit tersebut juga ikut bertambah. Atau saat momen jelang bulan puasa, dampak permintaan obat maag menjadi naik. Karena itu, pastikan
stok obat di apotek untuk swamedikasi memadai sesuai demand per musim penyakit.     


Faktor urgency konsumen

Pasien datang ke apotek dengan gejala penyakitnya masing-masing. Mereka merasakan sakit dan ingin memperoleh obat yang manjur agar rasa sakitnya cepat mereda. Terkadang pelanggan tidak begitu mempermasalahkan soal harga produk, bila taruhannya adalah rasa sakit.


Faktor
urgency inilah yang harus dimanfaatkan apoteker untuk memberi rekomendasi obat terbaik yang sesuai dengan kondisi pelanggan. Sehingga berdampak efektif menyembuhkan penyakit mereka, dan pelanggan menjadi trust dengan rekomendasi apoteker.


Juga pertimbangkan untuk memberi rekomendasi obat dengan margin yang lebih tinggi, antara obat generik atau paten. Kamu pun bisa menawarkan produk pendamping lainnya sebagai strategi
cross selling, yang mampu menunjang kesembuhan penyakit pasien. 


Baca juga:
Antara Obat Generik dan Paten, Mana yang Lebih Menguntungkan Apotek?


Harga dan kondisi ekonomi konsumen 

Meski praktik swamedikasi di Indonesia menunjukkan tren positif, namun jika kamu tidak mampu merekomendasikan produk yang tepat kepada pelanggan, tidak akan berdampak apa-apa ke bisnis apotek. Itu mengapa, pastikan kamu memberi rekomendasi obat selain sesuai dengan penyakit pasien, juga harus sesuai dengan kondisi ekonominya. 


Harga produk yang terlalu mahal bagi pelanggan, akan membuat mereka tidak jadi membeli. Pasien melakukan pengobatan mandiri karena relatif lebih murah ketimbang harus pergi ke dokter. Jadi, pastikan tujuan untuk memperoleh pengobatan yang terjangkau dapat mereka capai dengan bantu merekomendasikan obat sesuai
budget konsumen. 


Itu tadi ulasan seputar potensi dan dampak swamedikasi bagi pertumbuhan bisnis apotek. Nah, agar apotek berhasil menjadi sarana penunjang kesuksesan pengobatan mandiri, manajemen stok di apotek harus dilakukan dengan baik. Dengan begitu, ketersediaan obat selalu terpenuhi.


Kamu bisa lebih mudah mengelola stok obat di apotek dengan
aplikasi Farmacare. Yuk, daftar Uji Coba Gratis sekarang dan buktikan manfaatnya! 


Permodalan Obat di Apotek
04 Dec, 2023
Pengadaan obat di apotek membutuhkan modal yang tidak sedikit. Farmacare punya solusi untuk tantangan tersebut. Temukan di sini!
Pengadaan Obat di Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 30 Nov, 2023
Tingkat efektivitas pengadaan obat di apotek bisa diukur menggunakan beberapa tolak ukur yang bisa kamu temukan di sini! Simak, yuk!
Mitos atau Fakta Penggunaan Obat
oleh Farmacare CX 27 Nov, 2023
Selamat Hari Kesehatan Nasional. Yuk, maksimalkan edukasi ke masyarakat dengan meluruskan mitos atau fakta penggunaan obat berikut!
Pengadaan Barang di Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 23 Nov, 2023
Bagaimana kamu tahu kalau pengadaan barang di apotek sukses? Berikut tolak ukur yang bisa diperhatikan. Simak, yuk!
Pengadaan Barang di Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 20 Nov, 2023
Bagaimana kamu tahu kalau pengadaan barang di apotek sukses? Berikut tolak ukur yang bisa diperhatikan. Simak, yuk!
Bisnis Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 16 Nov, 2023
Overstock, understock, dan deadstock sebaiknya bisa diminimalisir agar bisnis apotek tetap sehat. Yuk, cari tau tentang jenis status stok tersebut di sini!
Golongan Obat
13 Nov, 2023
Penanganan golongan obat keras harus diperhatikan agar kualitasnya terjamin dan tak berpotensi disalahgunakan. Yuk, simak tips-nya di sini!
Obat Kedaluwarsa di Apotek
31 Oct, 2023
Obat kedaluwarsa di apotek wajib dihindari karena sangat berbahaya bila sampai ke tangan konsumen. Apa bahayanya dan gimana tips pencegahannya? Simak di sini!
Harga Jual Obat
27 Oct, 2023
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi harga jual obat di apotek. Kira-kira apa saja? Yuk, cari tahu di sini beserta cara menghitungnya!
Postingan Lainnya
Share by: