Tips Berjualan Obat Herbal di Apotek Biar Laris Manis

Nov 15, 2022

Menurut hasil survei Farmacare, penjualan obat tradisional termasuk obat herbal di apotek mencapai 6,7%. Diperkirakan potensinya masih akan bertumbuh, mengingat minat masyarakat untuk mengonsumsi obat herbal semakin tinggi. Data Kemenperin menyebut bahwa potensi pasar dalam negeri untuk aneka produk jamu mencapai Rp80 triliun. Sedangkan, total penjualan saat ini baru mencapai Rp14 triliun, masih ada peluang besar yang tak boleh dilewatkan. 


Nah, bagaimana cara agar penjualan obat herbal di apotek meningkat? Berikut Farmacare kupas tuntas dalam Webinar: Transformasi Digital Penjualan Herbal, yang juga kami rangkum di bawah ini. Simak, yuk!


Pastikan pegawai (apoteker) punya pengetahuan yang cukup tentang obat herbal

Karakteristik informasi dari obat herbal lebih spesifik dan unik. Kenapa? Karena kebanyakan informasinya berupa pengetahuan non formal, tidak didokumentasikan/dibagikan secara luas, sangat dinamis, bahkan terkait dengan keunikan budaya setempat. Contoh, obat herbal yang mengandung sereh dan kayu manis – belum tentu semua orang di daerah yang berbeda menganggap punya khasiat yang sama. Sehingga diperlukan penyampaian informasi yang seragam agar tidak membingungkan konsumen. Nah, dari mana apoteker bisa mendapat informasi yang sesuai untuk menjualkan obat herbal? 


Apoteker bisa mempelajari obat herbal yang dijualnya melalui website resmi (Jamoetics), e-book, farmakope herbal, sosial media/brosur dari produsen obat, webinar, atau melalui sales representative obat herbal yang datang ke apotek (apoteker boleh meminta edukasi singkat terkait produk yang ditawarkannya). Jangan sampai apoteker tidak bisa mengedukasi masyarakat hanya karena kurangnya informasi terkait obat herbal, atau salah memberi informasi karena sumbernya tidak valid. Sehingga perlu untuk melakukan cross check agar informasi yang disampaikan ke konsumen sudah benar dan berasal dari sumber terpercaya. 


Pengadaan obat herbal di apotek

Obat herbal sendiri terbagi ke dalam 3 jenis, yaitu jamu – contoh entrostop, esemag, curcuma force; OHT (Obat Herbal Terstandar) yang sudah lulus uji praklinis – contoh antangin/tolak angin, OB herbal, virugon; dan jenis fitofarmaka yang sudah lulus uji praklinis serta uji klinis – contoh stimuno forte, tensigard.


Seperti pengadaan obat pada umumnya, obat herbal dapat di-order langsung ke PBF (Pedagang Besar Farmasi) atau melalui sub-distributor. Pembelian bisa menggunakan metode beli putus atau konsinyasi. Anda dapat menarik data dari histori penjualan untuk membuat perencanaan pengadaan. Catat pada defekta, obat herbal apa saja yang dibutuhkan beserta kuantitasnya. Atau, Anda bisa mengikuti tren pasar (barang yang punya high demand) dalam menentukan obat herbal apa saja yang sebaiknya dipesan. 


Saat barang datang, Anda wajib mengecek kembali kualitas barang, terutama terkait keasliannya. Ciri-ciri obat palsu untuk bisa Anda waspadai sebagai berikut:

  • Tidak memiliki izin edar BPOM untuk obat tradisional → POM TR (Obat Tradisional Dalam Negeri, POM TI (Obat Tradisional Impor), POM HT (Obat Herbal Terstandar), POM FF (Fitofarmaka), beserta 9 digit angka di belakangnya.
  • Nama produsen berbeda dari obat aslinya.
  • Tampilan kemasan berbeda, lihat font tulisan yang ada di kemasan - bisa berbeda, tidak jelas dibaca, atau bahkan ada bagian yang hilang.
  • Kualitas cetak kemasan lebih pudar.
  • Warna blister lebih gelap dari aslinya.


Menawarkan obat herbal sesuai kebutuhan

Saat pasien/pelanggan datang, sebaiknya apoteker menanyakan lebih dulu ke mereka – menginginkan obat herbal atau kimia. Ketika mereka tertarik dengan obat herbal, apoteker bisa merekomendasikan obat herbal sesuai indikasi pasien. Itu mengapa, penting untuk benar-benar mengetahui informasi terkait indikasi, cara kerja, dan efek samping dari masing-masing obat herbal. Jangan sampai Anda merekomendasikan produk obat herbal yang tidak sesuai dengan penyakit pasien atau tidak menginformasikan efek samping obat (bila ada) ketika pasien bertanya. 


Lalu, ketika pasien lebih memilih obat kimia, Anda bisa menyarankan obat herbal sebagai terapi komplementer. Itu artinya, obat herbal berfungsi sebagai obat penunjang dari obat utamanya. Anda bisa menjelaskan ke pasien kelebihan dari penggunaan obat herbal sebagai terapi penunjang. Apakah dapat mempercepat penyembuhan, lebih aman dikonsumsi jangka panjang, atau alasan lain sesuai kebutuhan pasien. 


Manfaatkan channel penjualan online

Selain berjualan secara offline, Anda bisa memanfaatkan saluran penjualan online seperti e-commerce/marketplace. Saat berjualan online, pastikan Anda mencantumkan informasi produk dengan jelas, termasuk fungsi obat, komposisi, dosis/aturan pakai, dan penyimpanan yang dianjurkan. Jangan memberi deskripsi yang tidak sesuai, misal dengan melebih-lebihkan khasiat obat herbal tersebut. 


Juga pastikan tampilan toko online menarik, produk dibagi per kategori agar tidak membingungkan konsumen, dan mengikuti campaign yang sedang diadakan masing-masing marketplace. Manfaatkan juga fitur live stream di marketplace untuk me-review produk yang Anda jual. Pastikan harga jual kompetitif dan manfaatkan strategi bundling – memasangkan produk paling laris dengan yang stoknya masih banyak, atau paket beli banyak lebih murah.


Saat berjualan online – kredibilitas, trust, dan kepuasan pelanggan harus benar-benar dibangun dan dijaga dengan baik. Jangan terjebak dalam perang harga dan mengesampingkan kualitas produk, serta layanan. Sebab, review pelanggan di apotek online Anda akan sangat mempengaruhi penjualan. Ketika mereka merasa puas, akan lebih mudah menarik lebih banyak orang lagi untuk berbelanja di tempat Anda.

Agar Anda bisa lebih fokus mengembangkan apotek dan meningkatkan penjualan, serahkan urusan operasional pada Farmacare. Software apotek seperti Farmacare membuat operasional apotek berjalan lebih efektif dan efisien. Manfaatkan Uji Coba Gratis dengan mendaftar di sini sekarang! 


Permodalan Obat di Apotek
04 Dec, 2023
Pengadaan obat di apotek membutuhkan modal yang tidak sedikit. Farmacare punya solusi untuk tantangan tersebut. Temukan di sini!
Pengadaan Obat di Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 30 Nov, 2023
Tingkat efektivitas pengadaan obat di apotek bisa diukur menggunakan beberapa tolak ukur yang bisa kamu temukan di sini! Simak, yuk!
Mitos atau Fakta Penggunaan Obat
oleh Farmacare CX 27 Nov, 2023
Selamat Hari Kesehatan Nasional. Yuk, maksimalkan edukasi ke masyarakat dengan meluruskan mitos atau fakta penggunaan obat berikut!
Pengadaan Barang di Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 23 Nov, 2023
Bagaimana kamu tahu kalau pengadaan barang di apotek sukses? Berikut tolak ukur yang bisa diperhatikan. Simak, yuk!
Pengadaan Barang di Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 20 Nov, 2023
Bagaimana kamu tahu kalau pengadaan barang di apotek sukses? Berikut tolak ukur yang bisa diperhatikan. Simak, yuk!
Bisnis Apotek
oleh ditulis oleh Gina Dwi 16 Nov, 2023
Overstock, understock, dan deadstock sebaiknya bisa diminimalisir agar bisnis apotek tetap sehat. Yuk, cari tau tentang jenis status stok tersebut di sini!
Golongan Obat
13 Nov, 2023
Penanganan golongan obat keras harus diperhatikan agar kualitasnya terjamin dan tak berpotensi disalahgunakan. Yuk, simak tips-nya di sini!
Obat Kedaluwarsa di Apotek
31 Oct, 2023
Obat kedaluwarsa di apotek wajib dihindari karena sangat berbahaya bila sampai ke tangan konsumen. Apa bahayanya dan gimana tips pencegahannya? Simak di sini!
Harga Jual Obat
27 Oct, 2023
Ada beberapa unsur yang mempengaruhi harga jual obat di apotek. Kira-kira apa saja? Yuk, cari tahu di sini beserta cara menghitungnya!
Postingan Lainnya
Share by: